Secara umum,
phobia adalah rasa ketakutan kuat (berlebihan) terhadap suatu benda, situasi,
atau kejadian, yang ditandai dengan keinginan untuk ngejauhin sesuatu yang
ditakuti itu.Bedanya sama rasa takut biasa adalah, hal yang ditakuti sebenarnya
nggak menyeramkan untuk sebagain besar orang.
Phobia
terjadi karena adanya faktor biologis di dalam tubuh, seperti meningkatnya
aliran darah dan metabolisme di otak. Bisa juga karena ada sesuatu yang nggak
normal di struktur otak. Tapi kebanyakan psikolog setuju, phobia lebih sering
disebabkan oleh kejadian traumatis.
Kalo sudah
parah, penderitanya bisa terserang panik saat ngeliat hal yang dia takutin.
Sesak nafas, deg-degan, keringat dingin, gemetaran, bahkan sampai tidak bisa
menggerakkan badannya.
Sama seperti
jenisnya, ternyata penyebab phobia juga macam-macam. Analisa yang pertama
karena adanya faktor biologis di dalam tubuh, seperti meningkatnya aliran darah
dan metabolisme di otak. Bisa juga karena ada sesuatu yang nggak normal di
struktur otak. Tapi kebanyakan psikolog setuju, phobia lebih sering disebabkan
oleh kejadian traumatis seperti yang dialami Rachel Green Kabarnya ,beberapa
hari setelah bom bali meledak para korbannya yang selamat, jadi phobia sama api
dan suara keras. Kejadian traumatis, seperti inilah yang jadi penyebab phobia
paling umum. Masih ada penyebab lainnya yang dianalisa oleh psikolog, yaitu
phobia juga bisa terjadi karena budaya. Seperti di Jepang, Cina dan Korea,
masyarakatnya takut banget sama angka 4 (tetraphobia) sedangkan di Italia takut
sama angka 17 yang dianggapnya angka sial! Memang nggak rasional, tapi
bener-bener terjadi .
Jenis phobia
pun macam-macam, ada yang takut ketinggian, takut gelap, takut naik lift, takut
naik pesawat terbang, dll.
Contoh
Penderita Phobia :
Johnny Depp
dan P. Diddy juga ternyata menderita coulrophobia alias takut sama badut.
Mantan suami
Angelina Jolie, Billy Bob Thornton takut sama mebel antik.
Dunia medis
menganggap phobia sebagai gangguan psikologis. Dan penelitian memang
membuktikan bahwa phobia termasuk salah satu bentuk gangguan kejiwaan yang
paling sering ditemui di masyarakat dan merupakan gangguan psikologis terbesar
ketiga setelah depresi dan kecanduan alkohol.
Contoh Kasus
Andri adalah
murid salah satu sekolah dasar di Semarang, ia memiliki masalah ketidakmampuan
menjalin hubunga sosial yang baik dengan teman sebayanya dikarenakan terlalu
banyak bermain game online. Semakin berjalannya waktu dan ketidakmampuan Andri
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, masalah Andri ini menjadi meluas.
Tidak hanya dengan teman-teman sebayanya tetapi juga dengan guru-guru pengajar.
Yang menjadi
perhatian adalah ketika Andri berbicara dengan orang lain. Tidak terfokus
dengan lawan bicara, hanya tersenyum-senyum sambil menggerakkan kepalanya
dengan hitungan patah-patah seperti boneka kayu yang kaku dan pandangan kosong
lurus ke depan. Hitungan fokus untuk menatap lawan bicara hanya kurang dari 6
detik dan fokus pada topik pembicaraan hanya kurang dari 9 detik. Pola seperti
ini, terulang terus menerus ketika Andri dihadapkan pada situasi yang
mengharuskan dia untuk berkomunikasi dengan dua orang atau lebih.
Pola yang
terulang terus-menerus setiap kali berbicara dengan Andri,membuat teman-teman
sekelasnya menjauhi Andri. Bahkan ada seorang guru yang membentak Andri dengan
menggunakan kata “gendheng dan autis.”
Masalah baru
muncul. Andri tidak hadir di sekolah sampai hampir 1 minggu. Menurut pengakuan
ibunya, setiap disuruh berangkat ke sekolah, badan Andri mendadak panas dan
kakinya dingin yang disertai dengan diare. Empat surat izin tidak masuk karena
sakit dari orang tua Andri, terdapat diatas meja kerja guru. Tiga kali
diperiksakan ke dokter oleh orang tuanya, tidak diketahui adanya penyakit
berbahaya. Menurut analisa dokter, sakitnya Andri dikarenakan Andri mengalami
stres berat dan ketakutan akan sesuatu. Kepada ibunya, Andri bercerita kalau
dia takut berhadapan dengan guru yang mengatakan dia gendheng dan autis.
Sehingga membuat dia takut berangkat ke sekolah.
Gejala yang
dialami oleh Andri, menunjukkan bahwa Andri terserang Phobia Sekolah. Menurut
Jacinta F. Rini, phobia sekolah adalah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap
sekolah yang biasanya disertai dengan berbagai keluhan yang tidak pernah muncul
atau pun hilang ketika “masa keberangkatan” sudah lewat atau pada hari Minggu
atau hari libur. Phobia sekolah dapat sewaktu-waktu dialami oleh setiap anak
hingga usianya 14-15 tahun, saat dirinya mulai bersekolah di sekolah baru atau
menghadapi lingkungan baru atau pun ketika ia menghadapi suatu pengalandri yang
tidak menyenangkan di sekolah.
Ada beberapa
tanda yang dapat dijadikan sebagai kriteria phobia sekolah, yaitu:
Menolak
untuk berangkat ke sekolah.
Mau datang
ke sekolah, tetapi tidak lama kemudian minta pulang
Pergi ke
sekolah dengan menangis, menempel terus dengan orang tua atau pengasuhnya, atau
menunjukkan tantrum-nya seperti menjerit-jerit di kelas, agresif terhadap anak
lainnya (memukul, menggigit, dsb.) atau pun menunjukkan sikap-sikap
melawan/menentang gurunya
Menunjukkan
ekspresi/raut wajah sedemikian rupa untuk meminta belas kasih guru agar
diijinkan pulang dan ini berlangsung selama periode tertentu.
Tidak masuk
sekolah selama beberapa hari.
Keluhan
fisik yang sering dijadikan alasan seperti sakit perut, sakit kepala, pusing,
mual, muntah-muntah, diare, gatal-gatal, gemetaran, keringatan, atau keluhan
lainnya. Anak berharap dengan mengemukakan alasan sakit, maka ia diperbolehkan
tinggal di rumah.
Mengemukakan
keluhan lain (diluar keluhan fisik) dengan tujuan tidak usah berangkat ke
sekolah.
Senang
berdiam diri di dalam kamar dan kurang mau bergaul .
Berikut
berdasarkan info yang ku dapat ada beberapa perawatan utama untuk mengatasi
fobia, yaitu:
a. Terapi
berbicara.
Perawatan ini
seringkali efektif untuk mengatasi berbagai fobia. Jenis terapi bicara yang
bisa digunakan adalah:
1.
Konseling: konselor biasanya akan mendengarkan permasalahan seseorang, seperti
ketakutannya saat berhadapan dengan barang atau situasi yang membuatnya fobia.
Setelah itu konselor akan memberikan cara untuk mengatasinya.
2.
Psikoterapi: seorang psikoterapis akan menggunakan pendekatan secara mendalam
untuk menemukan penyebabnya dan memberi saran bagaimana cara-cara yang bisa
dilakukan untuk mengatasinya.
3. Terapi
perilaku kognitif (Cognitive Behavioural Therapy/CBT): yaitu suatu konseling
yang akan menggali pikiran, perasaan dan perilaku seseorang dalam rangka
mengembangkan cara-cara praktif yang efektif untuk melawan fobia.
b. Terapi
pemaparan diri (Desensitisation).
Orang yang
mengalami fobia sederhana bisa diobati dengan menggunakan bentuk terapi
perilaku yang dikenal dengan terapi pemaparan diri. Terapi ini dilakukan secara
bertahap selama periode waktu tertentu dengan melibatkan objek atau situasi yang
membuatnya takut. Secara perlahan-lahan seseorang akan mulai merasa tidak cemas
atau takut lagi terhadap hal tersebut. Kadang-kadang dikombinasikan dengan
pengobatan dan terapi perilaku.
c.
Menggunakan obat-obatan.
Penggunaan
obat sebenarnya tidak dianjurkan untuk mengatasi fobia, karena biasanya dengan
terapi bicara saja sudah cukup berhasil. Namun, obat-obatan ini dipergunakan
untuk mengatasi efek dari fobia seperti cemas yang berlebihan.
Terdapat 3
jenis obat yang direkomendasikan untuk mengatasi kecemasan, yaitu:
1.
Antidepresan: obat ini sering diresepkan untuk mengurangi rasa cemas,
penggunaannya dizinkan untuk mengatasi fobia yang berhubungan dengan sosial
(social phobia).
2. Obat
penenang: biasanya menggunakan obat yang mengandung turunan benzodiazepines.
Obat ini bisa digunakan untuk mengatasi kecemasan yang parah, tapi dosis yang
digunakan harus serendah mungkin dan penggunaannya sesingkat mungkin yaitu
maksimal 4 minggu. Ini dikarenakan obat tersebut berhubungan efek
ketergantungan.
3. Beta-blocker:
obat ini biasanya digunakan untuk mengobati masalah yang berhubungan dengan
kardiovaskular, seperti masalah jantung dan tekanan darah tinggi (hipertensi).
Karena berguna untuk mengurangi kecemasan yang disertai detak jantung tak
beraturan.