MASALAH PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
Hukum adalah suatu system yang sangat penting dalam
pelaksanaan suatu kekuasaan atau pun kelembagaan. Dengan adanya hukum, suatu
kelembagaan akan terdapat penjagaan-penjagaan yang dapat mengarahkan suatu
kelembagaan ke arah yang baik. Hal ini dikarenakan suatu hukum apabila terdapat
pelanggaran terhadap hukum tersebut, maka akan diberikan sanksi yang sesuai
dengan hukum yang telah diberlakukan.
Suatu Negara dapat berjalan dengan baik salah satunya adalah
dikarenakan hukum yang baik pula. Negara
yang menjunjung tinggi penegakan hukum dijalankan atas dasar hukum yang adil
dan baik. Disebut juga Negara hukum.
Begitu pula di Indonesia. Indonesia adalah suatu Negara
hukum yang menjunjung Negaranya untuk menjalankan hukum atas dasar hukum yang
adil dan baik. Di Indonesia hukum telah tersusun dengan rapih dan terstruktur.
Kalau sudah seperti itu, saya rasa Negara Indonesia hanya tinggal
melaksanakannya dan menjalankannya dengan baik tanpa harus ada
penyimpangan-penyimpangan yang dapat merapuhkan Negara kita sendiri.
Akan tetapi apakah Negara Indonesia sampai saat ini telah
menjadi Negara hukum yang sesungguhnya dalam arti telah menjalankan hukum atas
dasar hukum yang adil dan baik? atau malah masih ada terjadi
penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan hukum tersebut ? atau bahkan sering
terjadi ?
Putusan-putusan hakim terhadap bebagai kasus yang seharusnya
adalah dapat mencerminkan ideologi hukum. Hal tersebut sangat penting bagi
pendidikan hukum di Indonesia. Walaupun demikian itu merupakan hak daripada
hakim dalam memutuskan perkara di setiap kasus persidangan, jadi kita harus
hormati hal tersebut. Dan mungkin para hakim tersebut lebih mengetahui kasus
apa yang sedang ditanganinya itu.
Marilah kita lihat
realita-realita penegakan hukum di Indonesia ini. Misalnya saja kasus yang
baru-baru ini terjadi yaitu kasus pencurian sandal jepit. Tersangka dalam kasus
ini adalah seorang anak dibawah umur yang berusia 15 tahun berinisial AAL. AAL
memang terancam (dan dituntut) hukuman 5 tahun penjara, itu sesuai dengan ketentutan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di negara kita. Pada pasal
362 “Barang siapa mengambil barang, yang semuanya atau sebagian kepunyaan orang
lain, dengan maksud untuk memilikinya dengan melawan hukum, di hukum karena
pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun“.
Setelah terjadi banyak perbincangan-perbincangan tentang
kasus yang sangat menyayangkan dapat terjadi, barulah banyak respon yang
muncul. Salah satunya adalah respon dari Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo berjanji
bahwa kasus “sandal jepit” yang terjadi di Palu tidak akan terulang kembali.
Hakim Pengadilan Negeri Palu memvonis terdakwa AAL (15)
bersalah dalam kasus pencurian Sandal jepit milik seorang anggota
kepolisian. Namun demikian, sesuai
tuntutan Jaksa Penuntut Umum, AAL tidak dijatuhkan hukuman kurungan penjara
melainkan dikembalikan ke orang tua untuk mendapatkan pembinaan.
Kasus-kasus seperti yang dialami AAL ini sebenarnya
belakangan memang sering terjadi di Indonesia, sebut saja kasus pencurian Semangka
di Kediri, kasus pencurian Randu di Batang, dan yang paling heboh kasus
pencurian 3 buah kakao oleh seorang nenek di Banyumas. Dalam dunia hukum,
kasus-kasus seperti ini masuk kategori “pidana ringan”.
Pencurian, dalam peraturan apapun dan dimanapun adalah
tindakan yang salah dan tidak dapat dibenarkan, bahkan dalam kasus sekecil
apapun. Yang membedakan adalah besarnya tindakan pencurian yang dilakukan, yang
nantinya akan mempengaruhi juga berat hukuman yang akan dijatuhkan kepadanya.
Selain kasus-kasus tadi masih ingat kah Anda dengan tragedi
“Tugu Tani” yang menewaskan 9 nyawa sekaligus. Tersangka dari kasus ini yang
berinisial AS divonis 6 tahun penjara.
Setelah melihat dari kasus “sandal jepit” dan kasus “Xenia
maut” ada seseorang yang mengatakan, “Mencuri sepasang sandal jepit=vonis
hukuman 5 thn penjara. Menghilangkan nyawa 9 org=vonis hukuman 5 thn penjara.
Kesimpulannya adalah. . .nyawa 9 org = sepasang sandal jepit“
Selain itu kasus lain yang tak kalah menariknya adalah kisah
dari para koruptor yang hidup dengan kemakmurannya dengan cara menyengsarakan
rakyat. Salah satunya adalah seorang koruptor berinisia GT. Walaupun terdakwa
telah ditempatkan ke dalam jeruji akan tetapi ia masih bisa berwisata ke Bali
ataupun ke luar negeri yaitu ke Macau.
Dan masih ingat kah dengan “ruang penjara elit” untuk
kalanngan elit pula? Layak nya sebuah ruangan di dalam gedung atau perkantoran,
yang berada di dalam kompleks rutan tersebut, seharusnya gedung untuk
perkantoran petugas rutan, disulap menjadi ruang pribadi mewah yang dipakai
beberapa narapidana semacam terpidana kasus suap Arthalyta Suryani dan
terpidana seumur hidup kasus narkoba, Limarita. Fasilitas mewah yang ada di
setiap ruangan keduanya adalah alat penyejuk ruangan, pesawat televisi layar datar
merek terkenal, perlengkapan tata suara dan home theatre, lemari pendingin dan
dispenser, serta telepon genggam merek Blackberry.
Apakah ini yang di namakan “uang berbicara”? Dan apakan
hukum di negeri ini semudah itu menjadi lunak?. Kalau sudah seperti itu Anda
pun dapat menilainya sendiri sebenarnya apa yang telah melanda hukum di negeri
tercinta kita ini
http://khairunnisafathin.wordpress.com/2012/03/20/masalah-penegakan-hukum-di-indonesia/